KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
I.
ISLAM DAN ILMU
PENGETAHUAN
b.
Keutamaan
Menuntut Ilmu
c.
Adap-Adap Dalam
Menuntut Ilmu
d.
Syarat-Syarat
Ilmu
e.
Kedudukan Ilmu
Menurut Islam
f.
Klasifikasi Ilmu
Menurut Ulama Islam
g.
Filsafat Ilmu
h.
Menuntut Ilmu
Sebagai Ibadah
II KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM
1. AKAL
a. Pengertian
Akal
b. Fungsi
Akal
c. Kekuatan
Akal
d. Kedudukan
Akal Sebagai Pengijitihad
e. Kedudukan
Akal Untuk Mengenal Diri Manuasia Sendiri
f. Kedudukan
Akal Untuk Meyakini Alam Gaib Atau Mahkluk Gaib
g. Kedudukan
Akal Untuk Memikirkan Penciptaan Allah Swt
2. WAHYU
a. Wahyu
b. Pengertian
Wahyu
c. Fugsi
Wahyu
d. Kekuatan
Wahyu
III. KLASIFIKASI
DAN KARAKTERISTIK ILMU DALAM ISLAM
a. Sumber Dan Metode Ilmu
b. Keterbatasan Ilmu
c. Ilmu-Ilmu Semu
d. Klasifikasi Ilmu
IV KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU PENGETAHUAN
a. Model Kewajiban Menuntut Ilmu
BAB
III
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perkembangan
ilmu pengetahuan di jaman modern seperti saat ini sangatlah penting dan telah
dimanfaatkan perkembanganya. Karena semua bidang kehidupan memanfaatkan
perkembangan tersebut, mulai dari sektor terkecil hingga ke sektor-sektor besar
yang digunakan untuk menunjang perekonomian suatu Negara. Oleh sebab itu,
keberadaan dan juga perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah dibutuhkan oleh
seluruh umat didunia ini karena bila ilmu pengetahuan hanya berhenti pada suatu
titik dan tidak mampu berkembang menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan umat manusia maka akan fatal akibatnya bagi kelangsungan
masing-masing individunya.
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci sebagai
berikut:
1. Bagaimana
konsep umum pengetahuan dalam islam ?
2. Kedudukan
akal dan wahyu dalam islam ?
3. klasifikasi
dan karakteristik ilmu dalam islam ?
4. kewajiaban
menuntut ilmu dalam islam ?
1. Mengetahui Bagaimana konsep umum
pengetahuan dalam islam
2. Mengetahui
Kedudukan akal dan wahyu dalam islam
3. Mengetahui
klasifikasi dan karakteristik ilmu dalam islam
4. Mengetahui
kewajiaban menuntut ilmu dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DAN ILMU
PENGETAHUAN
I.ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
A. PENGERTIAN ILMU
Ilmu merupakan kata yang
berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau
mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science,
sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science
umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan,
meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami
pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
“Ilmu adalah pengetahuan
tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
B.KEUTAMAAN
MENUNTUT ILMU
Ilmu merupakan sandi terpenting dari
hikmah. Sebab itu, Allah memerintahkan manusia agar mencari ilmu atau berilmu
sebelum berkata atau beramal. Firman Allah: “ Maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya tidak ada Illah selain Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu
serta bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah
mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad :19)Ilmu
sebelum berkata dan beramal. Sufyan bin Uyainah berkata: manusia paling bodoh
adalah yang membiarkan kebodohannya, manusia paling pandai adalah yang
mengandalkan ilmunya, sedangkan manusia paling utama adalah yang takut kepada
Allah.
Ibnu
Taimiyah membagi ilmu yang bermanfaat menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Ilmu tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan
lain-lain, seperti
yang
disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ikhlas.
2.
Ilmu tentang persoalan-persoalan masalalu yang dikabarkan
Allah; persoalan-
persoalan
masa kini, dan persoalan-persoalan masa mendatang, seperti yang dikabarkan
dalam Al-Qur’an yaitu ayat tentang kisah-kisah, janji-janji, ancaman, surga,
neraka, dan sebagainya.
3.
Ilmu tentang perintah Allah yang berhubungan dengan hati dan
anggota
badan,
seperti iman kepada Allah melalui pengenalan hati serta amaliah anggota badan.
Pemahaman ini bersumber pada pengetahuan dasar-dasar iman dan kaidah-kaidah
islam.
Ilmu
merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang “Barang siapa yang Allah
menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia paham dalam agama.”
(HR Bukhori dan Muslim)
Menuntut
ilmu merupakan jalan menuju surga, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan
dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
surga.” (HR Muslim)
Malaikat
akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu, “Sesungguhnya para malaikat
benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang dicarinya.” (HR
Ahmad dan Ibnu Majjah)
C.
ADAB-ADAB DALAM MENUNTUT ILMU
Setelah
seorang mengetahui dan memahami akan keutamaan menuntut ilmu, maka hendaknya ia
memiliki perhatian yang besar terhadap permasalahan adab-adab dalam menuntut
ilmu, diantaranya adalah;
1.
Ikhlas
Seorang penuntut ilmu sebaiknya
punya perhatian besar terhadap keihlasan niat dan tujuan dalam menuntut ilmu,
yaitu hanya untuk Allah SWT. Karena menuntut ilmu adalah ibadah, yang namanya
ibadah tiadk akan diterima kecuali jika ditunjukkan hanya untuk Allah SWT.
2.
Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Sesungguhnya seorang hamba butuh
kepada kesungguhan dan semangat untuk memperoleh ilmu. Dia harus memaksakan
dirinya untuk jauh dari sifat lemah dan malas. Karena malas akan menyebabkan
terhalanginya seseorang untuk mendapatkan kebaikan yang banyak.
3.
Minta pertolongan kepada Allah SWT.
Ini adalah perkara penting yang
harus diperhatikan oleh seseorang dalammenuntut ilmu, bahkan perkara ini adalah
dasar yang harus ada dalam diri.
4.
Mengamalkan ilmu
Seseorang dalam menuntut ilmu harus
punya perhatian serius terhadap perkara
mengamalkan ilmu. Karena tujuan dari
menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Oleh sebab itu, seseorang harus
benar-benar berusaha mengamalkan ilmunya. Adapun jika yang dilakukan hanya
mengumpulkan ilmu namun berpaling dari beramal, maka ilmunya akan
mencelakakannya.
5.
Berhias dengan akhlaq mulia
Seorang berilmu sebaiknya menghiasi
diriknya dengan akhlaq mulia seperti lemah lembut, tenang, santun dan sabar.
6.
Mendakwahkan ilmu
Jika seseorang penuntut ilmu
mendapatkan taufiq untuk misa mengambil manfaat dari ilmumya, hendaknya ia juga
bersemangat untuk menyampaikan ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain.
D. SYARAT-SYARAT ILMU
Ilmu merupakan
pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan
Ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan
ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
a.Objetif Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
masalah
yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu
dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan
subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
b. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
meminimalisasi kemungkinan
terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu
untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c. sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu
objek,
ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
d. universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah
kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak bersifat
tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan
syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar
ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
E. KEDUDUKAN ILMU MENURUT
ISLAM
Ilmu menempati kedudukan yang
sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat AL
qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya
disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk
terus menuntut ilmu.
Didalam Al qur’an , kata ilmu
dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa
ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa
yang berkaitan dengan ilmu,
F. KLASIFIKASI ILMU MENURUT
ULAMA ISLAM.
Dengan melihat uraian
sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran islam . AL
qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan
yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut
ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul
permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim
dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka
mengingat sangat luasnya spesifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan tersebut di atas
nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan
(klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip
dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji
dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) ketika menjelaskan hadis bahwa
menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
“Ketahuilah bahwa sesungguhya
tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegala sesuatu ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut
ilmu perbuatan (‘ilmu semua hal) sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu
adalah Ilmu perbuaytan dan sebagus -bagus amal adalah menjaga perbuatan”.
Kewajiban manusia adalah
beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi manusia(Muslim ,Muslimah) untuk
menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut ,seprti kewajiban
shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal
tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi
sangat di sayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain
“Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
Sementara itu Al Ghazali di
dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua
kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau
menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu fardu a’in . Ilmu
tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang
wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “
(1979 : 82)
“Ilmu fardu kifayah. Ialah
tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi “
(1979 : 84)
Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan
bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya,
seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu
(yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung
untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada
dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan
urusan dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain
dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua
kelompok yaitu :
1. Ilmu yang merupakan
suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa
menemukannya karena
kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang bersifat
tradisional (naqli).
bila kita lihat pengelompokan
di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi dua.
1). Ilmu aqliyah ,
dan 2). Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun
menyatakan :
“Kelompok pertama itu adalah
ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat
manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra-indra kemanusiaannya ia
dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan
aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu
menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya
sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu
itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara
“ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
dengan demikian bila
melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup
ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan
berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu
yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al
qur’an dan sunnah Rasul.
Ulama lain yang membuat
klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama
kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke
dalam tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok
yaitu :
1). Al manqulat,
2). Al ma’qulat, dan
3). Al maksyufat.
Adapun pengertiannya
sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul
“Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah
Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :
1). Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama
yang disimpulkan dari atau mengacu
kepada tafsir, ushul al
tafsir, hadis dan al hadis.
2). Al ma’qulat adalah semua
ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3). Al maksyufat adalah ilmu
yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan
indra, maupun pikiran
spekulatifSelain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam
dua kelompok yaitu :
1). Ilmu al husuli, yaitu
ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual,
formatif aposteriori dan
2). Ilmu al huduri,
yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari
esensi jiwa yang rasional
akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .Meskipun demikian dua
macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat
melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khanbahwa al
manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli