GANASNYA ANJING MEMANGSA BABI
acara persatuan berburu babi dikorong nagari aie tajun lubuk alung
makalah tentang islam dan ilmu pengetahuan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
I.
ISLAM DAN ILMU
PENGETAHUAN
b.
Keutamaan
Menuntut Ilmu
c.
Adap-Adap Dalam
Menuntut Ilmu
d.
Syarat-Syarat
Ilmu
e.
Kedudukan Ilmu
Menurut Islam
f.
Klasifikasi Ilmu
Menurut Ulama Islam
g.
Filsafat Ilmu
h.
Menuntut Ilmu
Sebagai Ibadah
II KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM
1. AKAL
a. Pengertian
Akal
b. Fungsi
Akal
c. Kekuatan
Akal
d. Kedudukan
Akal Sebagai Pengijitihad
e. Kedudukan
Akal Untuk Mengenal Diri Manuasia Sendiri
f. Kedudukan
Akal Untuk Meyakini Alam Gaib Atau Mahkluk Gaib
g. Kedudukan
Akal Untuk Memikirkan Penciptaan Allah Swt
2. WAHYU
a. Wahyu
b. Pengertian
Wahyu
c. Fugsi
Wahyu
d. Kekuatan
Wahyu
III. KLASIFIKASI
DAN KARAKTERISTIK ILMU DALAM ISLAM
a. Sumber Dan Metode Ilmu
b. Keterbatasan Ilmu
c. Ilmu-Ilmu Semu
d. Klasifikasi Ilmu
IV KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU PENGETAHUAN
a. Model Kewajiban Menuntut Ilmu
BAB
III
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perkembangan
ilmu pengetahuan di jaman modern seperti saat ini sangatlah penting dan telah
dimanfaatkan perkembanganya. Karena semua bidang kehidupan memanfaatkan
perkembangan tersebut, mulai dari sektor terkecil hingga ke sektor-sektor besar
yang digunakan untuk menunjang perekonomian suatu Negara. Oleh sebab itu,
keberadaan dan juga perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah dibutuhkan oleh
seluruh umat didunia ini karena bila ilmu pengetahuan hanya berhenti pada suatu
titik dan tidak mampu berkembang menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan umat manusia maka akan fatal akibatnya bagi kelangsungan
masing-masing individunya.
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci sebagai
berikut:
1. Bagaimana
konsep umum pengetahuan dalam islam ?
2. Kedudukan
akal dan wahyu dalam islam ?
3. klasifikasi
dan karakteristik ilmu dalam islam ?
4. kewajiaban
menuntut ilmu dalam islam ?
1. Mengetahui Bagaimana konsep umum
pengetahuan dalam islam
2. Mengetahui
Kedudukan akal dan wahyu dalam islam
3. Mengetahui
klasifikasi dan karakteristik ilmu dalam islam
4. Mengetahui
kewajiaban menuntut ilmu dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DAN ILMU
PENGETAHUAN
I.ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
A. PENGERTIAN ILMU
Ilmu merupakan kata yang
berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau
mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science,
sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science
umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan,
meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami
pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
“Ilmu adalah pengetahuan
tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
B.KEUTAMAAN
MENUNTUT ILMU
Ilmu merupakan sandi terpenting dari
hikmah. Sebab itu, Allah memerintahkan manusia agar mencari ilmu atau berilmu
sebelum berkata atau beramal. Firman Allah: “ Maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya tidak ada Illah selain Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu
serta bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah
mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad :19)Ilmu
sebelum berkata dan beramal. Sufyan bin Uyainah berkata: manusia paling bodoh
adalah yang membiarkan kebodohannya, manusia paling pandai adalah yang
mengandalkan ilmunya, sedangkan manusia paling utama adalah yang takut kepada
Allah.
Ibnu
Taimiyah membagi ilmu yang bermanfaat menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Ilmu tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan
lain-lain, seperti
yang
disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ikhlas.
2.
Ilmu tentang persoalan-persoalan masalalu yang dikabarkan
Allah; persoalan-
persoalan
masa kini, dan persoalan-persoalan masa mendatang, seperti yang dikabarkan
dalam Al-Qur’an yaitu ayat tentang kisah-kisah, janji-janji, ancaman, surga,
neraka, dan sebagainya.
3.
Ilmu tentang perintah Allah yang berhubungan dengan hati dan
anggota
badan,
seperti iman kepada Allah melalui pengenalan hati serta amaliah anggota badan.
Pemahaman ini bersumber pada pengetahuan dasar-dasar iman dan kaidah-kaidah
islam.
Ilmu
merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang “Barang siapa yang Allah
menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia paham dalam agama.”
(HR Bukhori dan Muslim)
Menuntut
ilmu merupakan jalan menuju surga, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan
dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
surga.” (HR Muslim)
Malaikat
akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu, “Sesungguhnya para malaikat
benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang dicarinya.” (HR
Ahmad dan Ibnu Majjah)
C.
ADAB-ADAB DALAM MENUNTUT ILMU
Setelah
seorang mengetahui dan memahami akan keutamaan menuntut ilmu, maka hendaknya ia
memiliki perhatian yang besar terhadap permasalahan adab-adab dalam menuntut
ilmu, diantaranya adalah;
1.
Ikhlas
Seorang penuntut ilmu sebaiknya
punya perhatian besar terhadap keihlasan niat dan tujuan dalam menuntut ilmu,
yaitu hanya untuk Allah SWT. Karena menuntut ilmu adalah ibadah, yang namanya
ibadah tiadk akan diterima kecuali jika ditunjukkan hanya untuk Allah SWT.
2.
Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Sesungguhnya seorang hamba butuh
kepada kesungguhan dan semangat untuk memperoleh ilmu. Dia harus memaksakan
dirinya untuk jauh dari sifat lemah dan malas. Karena malas akan menyebabkan
terhalanginya seseorang untuk mendapatkan kebaikan yang banyak.
3.
Minta pertolongan kepada Allah SWT.
Ini adalah perkara penting yang
harus diperhatikan oleh seseorang dalammenuntut ilmu, bahkan perkara ini adalah
dasar yang harus ada dalam diri.
4.
Mengamalkan ilmu
Seseorang dalam menuntut ilmu harus
punya perhatian serius terhadap perkara
mengamalkan ilmu. Karena tujuan dari
menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Oleh sebab itu, seseorang harus
benar-benar berusaha mengamalkan ilmunya. Adapun jika yang dilakukan hanya
mengumpulkan ilmu namun berpaling dari beramal, maka ilmunya akan
mencelakakannya.
5.
Berhias dengan akhlaq mulia
Seorang berilmu sebaiknya menghiasi
diriknya dengan akhlaq mulia seperti lemah lembut, tenang, santun dan sabar.
6.
Mendakwahkan ilmu
Jika seseorang penuntut ilmu
mendapatkan taufiq untuk misa mengambil manfaat dari ilmumya, hendaknya ia juga
bersemangat untuk menyampaikan ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain.
D. SYARAT-SYARAT ILMU
Ilmu merupakan
pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan
Ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan
ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
a.Objetif Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
masalah
yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu
dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan
subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
b. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
meminimalisasi kemungkinan
terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu
untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c. sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu
objek,
ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
d. universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah
kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak bersifat
tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan
syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar
ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
E. KEDUDUKAN ILMU MENURUT
ISLAM
Ilmu menempati kedudukan yang
sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat AL
qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya
disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk
terus menuntut ilmu.
Didalam Al qur’an , kata ilmu
dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa
ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa
yang berkaitan dengan ilmu,
F. KLASIFIKASI ILMU MENURUT
ULAMA ISLAM.
Dengan melihat uraian
sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran islam . AL
qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan
yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut
ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul
permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim
dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka
mengingat sangat luasnya spesifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan tersebut di atas
nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan
(klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip
dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji
dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) ketika menjelaskan hadis bahwa
menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
“Ketahuilah bahwa sesungguhya
tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegala sesuatu ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut
ilmu perbuatan (‘ilmu semua hal) sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu
adalah Ilmu perbuaytan dan sebagus -bagus amal adalah menjaga perbuatan”.
Kewajiban manusia adalah
beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi manusia(Muslim ,Muslimah) untuk
menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut ,seprti kewajiban
shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal
tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi
sangat di sayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain
“Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
Sementara itu Al Ghazali di
dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua
kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau
menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu fardu a’in . Ilmu
tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang
wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “
(1979 : 82)
“Ilmu fardu kifayah. Ialah
tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi “
(1979 : 84)
Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan
bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya,
seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu
(yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung
untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada
dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan
urusan dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain
dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua
kelompok yaitu :
1. Ilmu yang merupakan
suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa
menemukannya karena
kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang bersifat
tradisional (naqli).
bila kita lihat pengelompokan
di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi dua.
1). Ilmu aqliyah ,
dan 2). Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun
menyatakan :
“Kelompok pertama itu adalah
ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat
manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra-indra kemanusiaannya ia
dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan
aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu
menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya
sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu
itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara
“ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
dengan demikian bila
melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup
ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan
berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu
yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al
qur’an dan sunnah Rasul.
Ulama lain yang membuat
klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama
kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke
dalam tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok
yaitu :
1). Al manqulat,
2). Al ma’qulat, dan
3). Al maksyufat.
Adapun pengertiannya
sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul
“Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah
Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :
1). Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama
yang disimpulkan dari atau mengacu
kepada tafsir, ushul al
tafsir, hadis dan al hadis.
2). Al ma’qulat adalah semua
ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3). Al maksyufat adalah ilmu
yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan
indra, maupun pikiran
spekulatifSelain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam
dua kelompok yaitu :
1). Ilmu al husuli, yaitu
ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual,
formatif aposteriori dan
2). Ilmu al huduri,
yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari
esensi jiwa yang rasional
akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .Meskipun demikian dua
macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat
melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khanbahwa al
manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli
Sumber Agama dan Ajaran Agama Islam
Sumber
Agama dan Ajaran Agama Islam
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah “Sumber Agama dan Ajaran Agama Islam”.
Dalam
penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidkan Agama Islam di
Universitas Gunadarma.
Dalam
penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun sendiri maupun kepada pembaca umumnya. Kami mohon maaf apabila
ada kekurangan maupun kesalahan pada penulisan makalah ini untuk itu kami
berterimakasih apabila pembaca memberi saran atau kritikan kepada kami.
Aie
Tajun, 11 Oktober 2016
BAB I
Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Kehadiran
agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan
manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk
agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber
ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan
kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi
kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial,
menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas,
egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan
persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja sumber ajaran
agama Islam?
1.2.2. Bagaimana penjelasan isi
dan sistematika Al-Qur’an?
1.2.3. Bagaimana penjelesan
fungsi hadits?
1.2.4. Bagaimana fungsi Ra’yu?
1.3. Maksud dan
Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan
makalah ini adalah :
1. Memenuhi
salah satu tugas mata kuliah pendidikan Agama Islam
2. Menjelaskan
secara jelas agama dan ajaran Agama Islam
3. Mahasiswa/i
dapat memahami dan mengetahui secara mendalam tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah
(Al-Hadist)
4. Mahasiswa/i
dapat memahami tentang Ra’yu yang dilaksanakan dengan
Ijtihad
1.4. Metode Pengumpulan
Data
Makalah
ini dibuat dengan metode pengumpulan data dari referensi studi kepustakaan yang
bersumber dari web, blog dan media massa yang lain yang ada pada internet.
1.5. Sistematika
Bab
I: Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Maksud dan Tujuan
1.4. Metode Pengumpulan Data
1.5. Sistematika
Bab II: Pembahasan
2.1. Sumber Agama dan Ajaran
Agama Islam
2.2. Al-Qur’an: isi dan
sistematiknya
2.3. As-Sunnah (Al-Hadits):
fungsi dan artinya
2.4. Ra’yu yang dilaksankan
dengan ijtihad
Bab III: Penutup
3.1. Kesimpulan
BAB II
Pembahasan
2.1. Sumber Agama dan Ajaran
Agama Islam
Agama
Islam bersumber dari Al-Qur’an yang memuat Wahyu Allah dan al-hadist yang
memuat sunnah Rasulullah. komponen agama Islam dan unsur utama
ajaran Islam ( akidah, syariah , dan akhlak ) di kembangkan
dengan Ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk
mengembangkannya. Yang dikembangkan adalah ajaran agama dan yang terdapat dalam
Al-Qur;an dan Al-hadist. Dengan kata lain,yang dikembangkan lebih lanjut
supaya dapat dipahami manusia adalah wahyu Allah dan sunnah Rasul
yang merupakan agama Islam.
Hukum artinya
menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.Hukum Islam disebut juga
syariat atau hukum Allah SWT, yaitu hukum atau undang-undang yang ditentukan
Allah SWT sebagaimana terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadis
(sunah). Syariat Islam juga merupakan hukum dan aturan Islam yang
mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik muslim maupun bukan muslim.
2.2.
Al-Qur’an: isi dan sistematiknya
Al-Qur’an
adalah sumber ajaran Islam yang utama.Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara
oleh Allah SWT, sesuai dengan firmannya sebagai berikut:
إِنَّانَحْنُنَزَّلْنَاالذِّكْرَوَإِنَّالَهُلَحَافِظُونَ
Artinya:
”Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS. Al-Hijr:9)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ
ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Artinya:
“Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran?Kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya." (QS. An-Nisa:82)
Al-Qur’an
merupakan sumber agama juga ajaran Islam pertama dan utama. Pengertian
secara harafiah berarti sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari. Sedangkan
secara istilah,Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan melalui malaikat
jibril kepada Nabi Muhammad SAW dan sebagai salah satu mukzijat Nabi Muhammad
SAW. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22
hari, mula-mula di Mekah kemudian di Medinah.Tujuannya untuk menjadi pedoman
atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai
kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Al-Qur’an
yang menjadi sumber nilai dan norma umat Islam itu terbagi ke dalam 30 juz, 114
surah, 6666 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf (lebih tepat dikatakan 325.345
suku kata jika dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia). Al-Qur’an tidak
disusun secara kronologis. Lima ayat pertama diturunkan di gua hira’ pada malam
17 Ramadhan tahun pertama sebelum hijriah atau pada malam Nuzulul Qur’an ketika
Nabi Muhammad berusia 40-41 tahun, sekarang terletak di surat al-Alaq (96) :
1-5. Ayat terakhir yang diturunkan di padang Arafah, ketika Nabi Muhammad
berusia 63 tahun pada tanggal 9 zulhijah tahun ke-10 Hijrah, kini terletak di
surat Al-Madinah (50) : 3.
Ayat-ayat
yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah disebut ayat-ayat
Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun setelah Nabi Muhammad pindah ke
Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah. Cirri-cirinya adalah :
1. Ayat-ayat
Makkiyah pada umumnya pendek-pendek. Merupakan 19/30 dari seluruh
isiAl-Qur’an, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Ayat-ayat Madaniyah pada
umumnya panjang-panjang merupakan 11/30 dari seluruh isi Al-Qur’an,
terdiri dari 28 surat, 1.456 ayat.
2.
Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhannas (hai manusia).
Sedangkan ayat-ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhallazina amanu
(hai orang-orang yang beriman).
3.
Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengenai tauhid yakni keyakinan pada kemaha
Esaan Allah, hari kiamat, akhlak, dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
sedangkan ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan
sebagainya.
4.
Ayat-ayat Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 13 hari, sedangkan ayat-ayat
Madaniyah selama 10 tahun, 2 bulan 9 hari. Allah telah menjamin kemurnian
dan kesucian Al-Qur’an, dalam surat Al-Hijr ayat 9 :
Kandungan
Al-Qur’an, antara lain adalah:
Pokok-pokok
keimanan (tauhid) kepada Allah, keimanan kepada malaikat, rasul-rasul,
kitab-kitab, hari akhir, qado-qodar, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip
syari’ah sebagai dasar pijakan manusia dalam hidup agar tidak salah jalan dan
tetap dalam koridor yang benar bagaimana menjalin hubungan kepada Allah
(hablum minallah, ibadah) dan (hablum minannas, mu’amalah).
Janji
atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi
yang berbuat dosa (nadzir).
Kisah-kisah sejarah,
seperti kisah para nabi, para kaum masyarakat terdahulu, baik yang berbuat
benar maupun yang durhaka kepada Tuhan.
Dasar-dasar
dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan: astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum,
ilmu bumi, ekonomi, pertanian, kesehatan, teknologi, sastra, budaya, sosiologi,
psikologi, dan sebagainya.
Keutamaan
Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:
Sebaik-baik
orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
Umatku
yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
Orang-orang
yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan
mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan
sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
Sesungguhnya
Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut
dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
Bacalah
Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong
bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Keutamaan
membaca Al-Qur’an, yaitu membacanya adalah ibadah. Bagi orang yang membaca
Al-Qur’an akan mendapat pahala yang telah dijanjikan Allah SWT. Menurut
Ali Bin Abi Thalib, membaca Al-Qur’an adalah 50 kebajikan untuk tiap-tiap
hurufnya apabila dibaca waktu melaksanakan sholat, 25 kebajikan apabila di luar
sholat (dalam keadaan berwudhu), dan 10 kebajikan apabila tidak berwudhu. Bukan
hanya membaca, mendengarkan orang yang membaca Al-Qur’an pun akan mendapat kan
pahala. Selain membaca dan mendengar, belajar dan mengajarkan membaca Al-Qur’an
pun adalah suatukebaikan.
2.3.
As-Sunnah (Al-Hadits): fungsi dan artinya
Al-Hadits menurut pengertian bahasa ialah berita
atau sesuatu yang baru.Dalam ilmu hadis istilah tersebut berarti segala
perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi tanda setuju (taqrir). Para ahli
hadis, umumnya menyamakan istilah hadis dengan istilah sunnah. Namun, ada
sementara ahli hadits mengatakan bahwa istilah dipergunakan khusus untuksunnah
qauliyah (perkataan Nabi), sedangkan sunnah fi’liyah (perbuatan
Nabi) dansunnah taqririyah tidak disebutkan dalam hadits. Al-Hadist
adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam setelah Al-Qur’an.
Peranan
Al-Hadits
Sebagai
sumber agama dan ajaran Islam, Al-Hadits mempunyai peranan yang penting setelah
Al-Qur’an.Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan
pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut,
agar dapat dipahami dan diamalkan.Sebagai utusan Allah Nabi Muhammad SAW
mempunyai wewenang menjelaskan dan merinci wahyu Allah yang bersifat umum.
Sesuai firman Allah dalam surat An-Nahl (16) ayat 44:
Artinya:
“keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.”
Ada tiga peranan
al-Hadits disamping al-Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam. Adapun
peranan al-Hadits adalah :
1. Menguatkan
dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan
dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan
yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang
dikehendaki Al-Qur’an. Rasulullah mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an
sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
Artinya
: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan”(QS. An-Nahl : 44)
3. Menetapkan
dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi
adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh
Al-Qur’an.Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak
ibu, haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan
kain sutra bagi laki-laki.
Sebagai
sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist memiliki fungsi
yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat
dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
Yang
bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
Yang
bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
Yang
bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
Isyarat
Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
menghendaki
penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat
sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang
selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
2.4. Ra’yu
yang dilaksankan dengan ijtihad
Sumber
ajaran Islam yang ketiga adalah ar-ra’yu atau sering disebut dengan
kataijtihad. Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman
tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan, dan menetapkan nilai
dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya di dalam al-Quran dan
al-Hadits.Orang yang menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid
Walaupun
Islam adalah agama yang berdasarkan wahyu dari Allah SWT, Islam sangat
menghargai akal. Hal ini terbukti dengan banyaknya ayat Al Quran yang
memerintahkan manusia untuk menggunakan akal pikirannya, seperti pada surat An
Nahl ayat 67 “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkannya”. Oleh karena itu,
apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di Al Quran maupun
Hadist, maka diperintahkan untuk berijtihad dengan menggunakan akal pikiran
dengan tetap mengacu kepada Al Quran dan Hadist
Ijtihad
hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang memenuhi syarat sebagai mujtahid.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menguasai
bahasa Arab untuk dapat memahami al-Qur’an dan kitab-kitab hadits yang tertulis
dalam bahasa Arab.
2. Mengetahui
isi dan sistem hokum al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk memahami al-Qur’an.
3. Mengetahui
hadits-hadits hokum dan ilmu-ilmu hadits yang berkenaan dengan pembentukan
hokum.
4. Menguasai
sumber-sumber hokum islam dan cara-cara (metode) menarik garis-garis hokum dari
sumber-sumber hokum islam.
5. Menguasai
dan mengetahui kaidah-kaidah fiqih.
6. Mengetahui
rahasia dan tujuan-tujuan hokum islam.
7. Jujur
dan iklas.
8. Menguasai
ilmu-ilmu sosial (Antropologi, Sosiologi).
9. Dilakukan
secara kolektif (jama’i) bersama para ahli disiplin ilmu lain.
Adapun
macam-macam bentuk ijtihad yang dikenal dalam syariat Islam, yaitu:
1. Ijma’,
menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara
musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama
dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2. Qiyas yang
berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain
Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan
‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap
meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti
hati orang tua.
3. Istihsan yang
berarti suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang
lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk
mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara
yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak,
kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi
akad.Akan tetapi menurut Istihsan, syarak
memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli
diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
4. Mushalat
Murshalah, menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapum menurut
istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan
manusia.Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang
memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini
dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
5. Sududz
Dzariah, menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah
adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras
walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti
ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga
mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
6. Istishab yang
berarti melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di
masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya,
seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti
ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu
sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
7. Urf.
berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Contohnya dalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan
uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab
kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Ijtihad mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam dan
merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al Quran dan Hadist.Dengan
ijtihad itu umat Islam menyelesaikan persoalan-persoalan yang hukumnya tidak
ada dalam Al Quran maupun Hadist.Setelah Rasulullah wafat, tidak ada lagi sosok
yang dapat ditanya secara langsung tentang masalah-masalah Islam.Oleh karena
itu, ijtihad dijadikan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan
tetap mengacu pada Al Quran dan Hadist
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalah ini adalah Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam
yang utama.Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi
Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, disampaikan oleh Malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama
22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya,
untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan
kehidupannya mencapai kesejahteraan didunia ini dan kebahagiaan diakhirat
kelak. Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Hadist
mempunyai fungsi menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam
Al-Qur’an, menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau
samar-samar ketentuannya di dalam al-Qur’an, sebagai Musyar’I (pembuat
syariat). Dan Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam yang ketiga yang memuat
tambahan atau sumber pengembangan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://manshurzikri.wordpress.com/2010/03/22/sumber-ajaran-agama-islam-al-qur%E2%80%99an-dan-sunnah/
Langganan:
Postingan (Atom)